Keluarga sering disebut sebagai *madrasah pertama* bagi setiap manusia. Dari keluargalah seseorang belajar arti kasih sayang, tanggung jawab, dan keikhlasan. Dalam Islam, keluarga bukan sekadar ikatan darah, tapi juga tempat bertumbuh dalam keimanan dan akhlak. Allah ﷻ berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” *(QS. Ar-Rum: 21)*
Ayat ini mengingatkan kita bahwa keluarga dibangun atas dasar *sakinah* (ketenangan), *mawaddah* (cinta), dan *rahmah* (kasih sayang). Nilai-nilai itu menjadi pondasi utama yang membuat rumah tangga terasa damai dan hangat.
Rasulullah ﷺ sendiri memberi contoh luar biasa tentang bagaimana keluarga menjadi pusat ketenangan. Beliau bukan hanya seorang pemimpin besar, tapi juga suami dan ayah yang penuh kasih. Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” *(HR. Tirmidzi)*
Beliau membantu pekerjaan rumah, bercanda dengan istri-istrinya, bahkan menjahit pakaiannya sendiri. Dari teladan ini kita belajar bahwa keharmonisan keluarga lahir dari sikap saling menghargai dan berbagi peran — bukan dari siapa yang lebih tinggi atau lebih kuat.
Kisah lain datang dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah az-Zahra. Rumah mereka sederhana, namun penuh keberkahan. Mereka saling mendukung dalam suka dan duka. Ali bekerja keras di luar rumah, sementara Fatimah mengurus rumah tangga dengan penuh cinta. Ketika lelah, mereka berdua saling menguatkan dengan dzikir dan doa. Dari mereka kita belajar bahwa keluarga yang kokoh bukan karena harta, tetapi karena kesabaran dan cinta yang berlandaskan iman.
Dalam kehidupan modern sekarang, makna keluarga kadang mulai bergeser. Kesibukan, ambisi, dan media sosial sering membuat hubungan terasa jauh meski tinggal serumah. Di sinilah ajaran Islam menenangkan hati — mengingatkan kita untuk kembali menjadikan rumah sebagai tempat pulang, bukan sekadar tempat singgah.
Menjadi keluarga yang islami bukan berarti harus sempurna. Tapi berusaha saling menuntun menuju kebaikan, saling memaafkan, dan menjadikan Allah sebagai pusat dari setiap keputusan. Karena sesungguhnya, keluarga yang diridhai Allah bukan yang paling kaya atau paling terkenal, melainkan yang paling saling menumbuhkan dalam keimanan.
Akhirnya, keluarga adalah ladang amal yang paling dekat. Di sanalah kita belajar sabar, ikhlas, dan cinta tanpa pamrih — tiga hal yang menjadi fondasi kehidupan seorang Muslim sejati.
Ikuti Kaffah Media di Telegram
Dapatkan artikel dakwah, kajian, dan berita Islami terbaru langsung di ponsel Anda.
✦ Kaffah Media — Wawasan, Dakwah, Kajian, dan Berita Islami ✦
